Your Sign Here

Senin, 22 Maret 2010

Dihargai dan Menghargai

Bukan hal yang asing lagi tentang menghargai dan dihargai.
Bukan hal yang tidak ketahui mengenai dihargai dan menghargai.
Namun, apa pelaksanaannya benar-benar sudah tidak asing lagi di lingkungan hidup ?

Terkesan aneh? Mungkinlah.

Tapi faktanya,
berapa banyak tindakan kita yang tidak menghargai orang lain?
Sekecil apapun itu,
Tetap saja dapat digolongkan sebagai tindakan tidak menghargai orang lain.
Contoh?
Tak perlu dipaparkan, lihat saja lingkungan sekitar.
Tunggu.
Jangan lihat lingkungan sekitar dulu,
jangan memvonis apakah seseorang telah menghargai orang lain atau tidak.
Lihat dirimu sendiri. Sudahkah kau menghargai orang lain selayaknya kau menghargai dirimu sendiri?
Aku berani bertaruh bahwa jawabanmu adalah'tidak'.

Disaat sekarang, aku benar-benar kesal melihat berbagai tindakan tidak menghargai.
Baik itu menghina, menghancurkan karya orang lain, menganggap remeh hasil orang lain, bahkan fisik pun bisa di jadikan topik.
Memuakkan.
Yang lebih membuatku muak adalah orang yang tidak menghargai orang lain tapi ingin dihargai orang lain.
benar-benar membuatku muak.

Sebenarnya tiap dari kita pasti tahu benar bagaimana rasanya tidak dihargai.
bagi kalian yang tidak tahu rasanya, sungguh beruntung.
Bagi yang pernah merasakannya, pasti bisa belajar dari diri sendiri seberapa sakitnya apabila tidak dihargai.
namun, orang yang belajar dari pengalamannya sendiri tidak banyak.
Bahkan ada yang sudah menghargai orang lain, namun dia sama sekali tidak dihargai orang lain.
Pastinya menyakitkan.

Lalu, apa yang bisa diharapkan?
Apa yang akan dilakukan? Menghargai orang lain terlebih dahulu atau menunggu dihargai orang lain baru mau menghargai orang lain?
Keputusan ada di tangan kita masing-masing.


Sabtu, 20 Maret 2010

Matinya Harapan

Yang namanya harapan itu memang bisa menunjang kehidupan.
Hidup dengan percaya pada banyak harapan memang mengasyikkan, seru, tak membosankan.
Yah. Setidaknya itu yang dirasakan sebelum harapan itu sendiri mati dengan perlahan.
Harapan mati?
Itu tidak masalah.
Karena apa? Setelah harapan mati, pasti harapan lain akan muncul.
Tapi bagaimana jika bukan harapan yang mati, tapi matinya berharap?
Bagaimana jika HARAPAN itu sama sekali tidak bisa diharap?
Kalau begitu, apa aku harus mencari cara agar mampu berharap lagi sedangkan yang ada disekitarku hanyalah harapan yang terus diharap, bukan harapan untuk diwujudkan atau diraih?
Mungkin aku akan tetap terbelenggu harapan.
Tinggalkan masalah harap-mengharap yang seakan semu itu.
Di kenyataan yang ada dihadapanku sekrang,
Bukan sekali harapanku mati, hilang, lenyap, kemudian diganti dengan harapan lain.
Tidak sampai aku sadar bahwa semua harapanku itu hanya untuk lari dari kemungkinan buruk yang mungkin bisa merunyamkan hidupku.
Dan lagi, dari semua yang aku takutkandari harapan adalah mematahkan harapan orang lain.
Bukan aku mau mematahkan harapan orang lain, bukan karena harapanku sendiri pernah dipatahkan, tapi karena kadang aku sendiri tidak tau harapan apa yang kalian mau.
Sampai akhirnya, karakter baruku terbentuk.
Karakter aneh yang ku rasa lebih cocok berada di lingkungan orang lain.
Tapi sampai akhirnya, aku nggak tau apa harapan dan keinginanku sendiri.

Ada satu hal yang sebenarnya aku inginkan,
Harapan egois yang aku yakin akan menjadi salah satu harapan yang akan mati lagi.
Aku ingin menjadi harapan orang lain.
Mimpi paling egois yang pernah aku pikirkan.
Dengan melihat kondisiku sekrang, aku yang seperti ini menjadi harapan oranglain, hanya bisa membuatku menyinggungkan senyum sinis menyindir diri sendiri.
Dari sekian banyak orang yang bisa ditaruhkan harapan, aku bukan yang dihitung.
Mungkin aku harus mengawali dengan merajut harapanku sendiri.

Jumat, 19 Maret 2010

Perubahan

Kata-kata ini sudah sering sekali ku dengar dan menjadi topik pembicaraan.
Tapi, aku tidak terlalu mengerti arti dari perubahan itu sendiri.
Tapi, yang aku tau, aku mau merubah menjadi 'aku' yang lebih baik.
Kalau dipaparkanm banyak sekali hal yang ingin ku punyai dalam diri ini.
Tapi, dengan tetap berpegang teguh dengan keyakinan setiap orang memiliki kelebihan dan kekurangan hanya seperti sebuah alasan agar aku merasa nyaman tanpa ada memiliki kelebihan.
Memang terdengar sangat apatis dan pesimistik.
Tapi kadang kenyataan memang berbeda dari keinginan.
Namun, walaupun aku berhasil membuang tempat bergantung itu, tetap saja aku menemukan sebuah kemungkinan baru yang ku jadikan harapan.

Apa itu?

Sederhana saja.
Aku berpikir bahwa sebenarnya aku punya kelebihan yang berlum dihadapkan kepadaku.

Naif? Mungkinlah.

Aku malas memikirkannya.
Karena kenaifan dari seorang remaja sepertiku yang mempunyai pengalaman hidup nyaris 0 (nol) besar aku berhasil menemukan harapan baru lagi, dengan tanggapan bahwa akan ada seseorang yang membutuhkanku tanpa aku harus memiliki kelebihan.
Aku benar-benar masih anak-anak.
Tanggapan seperti itu daoat ku yakini hanya akan ada di dunia fantasi dan sayangnya aku hidup di dunia nyata.

Sekarang aku hanya busa menatap takjub ke arah mereka yang mempunya 'hal' yang tak ku punya, yang ku inginkan.
Bukan iri.
Lebih ke penasaran dan keterpukauan atas apa yang dilakukan oleh kenyataab melalu para pemeran hidup di dekatku.

Haruskah ku jadikan motivasi agar aku bisa seperti mereka?

Anehnya, aku, walaupun tau mereka mempunyai apa yang ku tak punya dan apa yang ku ingin, tetap saja tak mau menjadi mereka.
Aku tidak mau menyamai mereka.
Karena ku pikir, saat aku mensejajarkan diri dengan mereka, mereka akan pergi menjauh, jauh dan lebih jauh hingga aku hanya akan menjadi putus asa dan meringis sedih.

Pemikiran ini entah mengapa menghantuiku.
Padahal aku sendiri tau kalau hal seperti ini tidak pantas untuk dipikirkan.
Hanya saja, berapa kuat aku akan dapat mengendalikan keinginanku sendiri?